Jumat, 03 Desember 2010

Public Relations


Ada semacam paradoks yang berkembang dalam pengelolaan reputasi, bahwa semakin dibutuhkan, reputasi cenderung semakin sulit untuk dikelola. Yang jelas, kehilangan reputasi yang baik jauh lebih gampang dibanding usaha untuk membangunnya. Sebagian orang menyatakannya dalam metafora, dibutuhkan sepuluh tahun untuk membangun reputasi yang baik, tetapi cukup satu menit saja untuk meruntuhkannya. Mempertahankan reputasi seseorang tidaklah mudah, apalagi mempertahankan reputasi yang baik dari perusahaan.

Adam Joly menyatakan bahwa secara makro kunci dari pengelolaan reputasi adalah: behave well. Kelihatannya sederhana, tapi dalam prakteknya tidaklah sesederhana itu. Mengingat reputasi perusahaan merupakan resultan dari pemenuhan terhadap ekspektasi rasional dan ekspektasi emosional masing-masing stakeholder terhadap perusahaan dalam setiap momen interaksinya. Ekspektasi rasional seperti kita ketahui bersama lebih didasarkan atas kinerja atau kualitas dari produk yang dikonsumsi sedangkan ekspektasi emosional lebih didasarkan atas perilaku dan persepsi stakeholder. Stakeholder di sini mencakup karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham, LSM, ataupun pemerintah. Padahal, masing-masing stakeholder memiliki derajat kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Luasnya cakupan khalayak ini mengakibatkan upaya membangun reputasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan membangun citra perusahaan.

Tidak heran jika reputasi perusahaan merupakan aset strategis, karena reputasi dapat meningkatkan value dari perusahaan yang bersangkutan. Pengalaman penulis selaku konsultan yang juga menggeluti jasa executive search menunjukkan betapa reputasi yang kuat membantu perusahaan tidak hanya dalam menjual produknya dengan harga yang menguntungkan, tetapi juga dalam menarik karyawan berpotensi tinggi untuk bekerja padanya. Perusahaan dengan reputasi yang kuat cenderung menjadi perusahaan idaman dan tambatan bagi profesional yang qualified.

Wajar jika belakangan ini makin banyak perusahaan bergiat dalam mengelola reputasinya. Hanya saja, ada beberapa catatan penulis menyikapi fenomena yang terjadi di lapangan. Ada kecenderungan bahwa perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal. Akibatnya, perusahaan terjebak dalam perspektif yang menyesatkan. Lantas, bagaimana cara untuk mengetahui seberapa kuat reputasi perusahaan? Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah mengukurnya melalui penelitian pasar. Proses ini dapat menunjukkan di posisi apa reputasi perusahaan jika dibandingkan dengan reputasi para pesaing. Selain itu pegukuran reputasi perusahaan juga dapat menunjukkan sektor mana saja yang perlu diprioritaskan dan secara umum berlaku sebagai road map bagi perjalanan proses pengelolaan reputasi itu sendiri.
Beberapa perusahaan melakukan pengukuran reputasi dengan pendekatan media coverage untuk kemudian menterjemahkan isinya ke dalam reputation score cards. Memang opsi ini lebih baik daripada tidak ada action evaluasi sama sekali, walaupun opsi ini bukannya tidak mempunyai kelemahan. Kalau diperhatikan secara lebih seksama akan tampak betapa pendekatan ini lebih fokus kepada merekam outcome dari aktivitas humas di media, sedangkan pengaruhnya terhadap khalayak sasaran luput dari pengukuran.
Secara sepintas, ada empat indikator yang dapat dipakai untuk menaksir seberapa kuat reputasi suatu perusahaan. Pertama, daya saing perusahaan dalam menjual produknya dengan harga premium pada kurun waktu yang tidak sebentar. Kedua, kesanggupan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan staf kunci yang berkualitas. Ketiga, konsistensi perusahaan dalam mendapatkan dukungan words of mouth berupa rekomendasi positif baik dari sisi pasokan maupun pemasaran. Keempat, keberpihakan publik ketika terjadi masalah, tidak saja dalam kemampuan perusahaan untuk berkelit dari media ataupun kritikan publik.

Penulis juga mengamati, terutama saat keadaan memaksa perusahaan untuk berubah, tidak sedikit perusahaan dalam mengelola reputasinya hanya dengan perubahan yang sifatnya hanya menyentuh kulit. Perubahan kosmetis seperti penggantian logo semata tidak akan berarti banyak. Pengelolaan reputasi, apalagi bagi perusahaan yang baru saja mengalami krisis, membutuhkan perubahan yang fundamental dalam satu proses yang terintegrasi. Tidak lain, karena reputasi bukanlah sekedar masalah kepercayaan diri tetapi menyangkut jalinan yang didasarkan atas kepercayaan (trust) dan integritas.
Reputasi yang kuat dibangun dari tindakan operasional sehari-hari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan, tidak cukup satu gebrakan saja. Diperlukan segmentasi dan penentuan skala prioritas untuk membidik khalayak yang secara kritis mempunyai dampak yang tinggi (high impact), misalnya influencer yang dapat merubah opini.

Untuk menjembatani perusahaan dengan khalayaknya baik dalam masa krisis maupun masa ’damai’ tentu saja dibutuhkan komunikasi yang proaktif dan terencana dengan baik.
Pesan yang sesuai dengan budaya komunitas yang disasar harus dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dari sekedar dapat diterima tetapi betul-betul menarik, menggugah, dan dapat menjadi ’mantra’. Untuk itu pesan harus dikemas secara unik dan disampaikan secara konsisten kepada khalayak yang tepat. Outreach yang baik dengan melibatkan media berpengaruh jelas sangat penting artinya untuk penyampaian pesan. Demikian halnya dengan program-program yang berkenaan dengan corporate social responsibility dan sponsorship yang sifatnya strategis. Pembentukan citra yang positif dengan iklan juga akan mampu meningkatkan reputasi perusahaan.

Pengelolaan reputasi merupakan tanggung jawab bersama, tidak cukup hanya dibebankan pada bagian PR atau bahkan pimpinan perusahaan semata. Sebaliknya, tanpa dukungan dari manajemen puncak, pengelolaan reputasi cenderung akan berjalan di tempat. Masing-masing pihak dituntut untuk tidak hanya sadar atau percaya terhadap proses pengelolaan reputasi, tetapi juga berkomitmen untuk secara konsisten mewujudkannya. Untuk itu harus ada konsensus antara manajemen dan karyawan dalam tata nilai utama (core values) dan tujuan perusahaan. Meskipun demikian, perlu diorganisasikan dengan jelas antara pengelolaan reputasi perusahaan dan pengelolaan reputasi produk. Masing-masing mempunyai porsi dan penanggung jawab sendiri-sendiri dan diatur sedemikian rupa agar tidak saling berbenturan sehingga tidak kontra produktif.

Pengelolaan reputasi yang efektif tidak bisa dilepaskan dari peran bisnis perusahaan dalam menangkap peluang (ofensif) dan menanggulangi ancaman (defensif). Strategi ofensif bisa diterapkan saat launching produk baru, melakukan akuisisi atau merubah model bisnis. Dengan demikian, reputasi menjadi bagian dari karakter, budaya, dan DNA perusahaan, yang penulis perlu tekankan kembali: harus direfleksikan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Tidak boleh dilupakan, karyawanlah yang dalam prakteknya berperan sebagai duta yang akan mempengaruhi reputasi perusahaan. (Ditulis oleh : A.B. Susanto)

Corporate Identity, Sejarah Dan Aplikasinya


Dalam era globalisasi dewasa ini, dan dengan berkembangnya pasar (market), banyak perusahaan bersaing untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli produknya. Salah satu cara untuk bersaing dan dapat bertahan di dalam pasar yang terus erkembang ini adalah dengan menciptakan suatu image dan identitas graphic. Tulisan ini akan membahas tentang corporate identity, image, fungsi dan aplikasinya.

Di dalam pasar (market) yang penuh dengan perusahaan-perusahaan besar dan kecil, yang masing-masing bersaing untuk menarik perhatian konsumen, image suatu perusahaan menjadi sangat penting terhadap keberhasilan perusahaan tersebut. Banyak perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan besar yang sadar akan pentingnya menciptakan dan mempertahankan sebuah identitas grafts yang kuat dan mantap. Dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi produk-produk yang sama dan bersaing dalam pasar yang bertambah luas, sebuah identitas grafts menjadi sebuah ciri yang menonjol dari sebuah perusahaan (dan / atau produk).
Saat ini perusahaan-perusahaan besar yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kemampuan berkomunikasi secara visual (graphic) mulai berkembang pesat. Sebagai konsekuensinya, banyak desainer komunikasi visual yang dibutuhkan tenaganya untuk menciptakan dan mengembangkan konsep suatu sistem identitas perusahaan. Selain itu, seorang desainer komunikasi visual mempunyai tanggung jawab
untuk membuat identitas itu menjadi alat jual yang efektif.

Sejarah Corporate Identity
Sejarah corporate identity yang merupakan salah satu aplikasi desain komunikasi visual, tidak terlepas dari sejarah desain komunikasi visual itu sendiri. Bentuk paling sederhana dari corporate identity adalah simbol. Manusia telah menggunakan simbol untuk berkomunikasi sejak jaman purba (Jaman Gua) untuk menceritakan dan mencatat apa yang mereka alami dan kerjakan sehari-hari. Tetapi bentuk identitas grafis yang paling awal bermula pada jaman di mana para pembuat barang-barang tembikar membuat tanda pada bagian bawah dari barang-barang tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh para peternak dengan menandai ternak-ternak mereka. Bentuk identitas grafis lain adalah lambang-Iambang pada perisai-perisai para kesatria dan bendera-bendera kerajaan pada jaman Medieval.

Pada jaman moderen, identitas grafis mulai berkembang pada masa industrialisasi
dimana barang-barang yang dihasilkan dari pabrik dan dikemas. Karena banyaknya
perusahaan yang memproduksi jenis barang yang sarna, maka diperlukan suatu identitas untuk membedakan produksi perusahaan A dari perusahaan B. Dari sinilah kita mengenal yang disebut logo dan cap atau merek dagang (trademark) yang digunakan untuk memasarkan barang-barang tersebut. Merek dagang yang berkembang pada rnasa ini antara lain Kodak, Singer dan Coca-Cola. Walaupun demikian logo-logo tersebut hanya bersifat dekoratif, bukan bersifat "menjual".

Perkembangan nyata dalam desain logo adalah pada rnasa setelah Perang Dunia II, dimana Amerika memasuki era kemakmuran dan banyak orang memasuki sekolah-sekolah ternama dan mulai menekuni bidang ini. Periode ini menandai "trend" dalam
desain trademark. Sampai saat sebelum itu, grafis hanya digunakan sebagai dekorasi.
Belum ada pemahaman tentang hubungan antara desain dan keberhasilan dalam pasar
.Para desainer mulai menjual desain mereka kepada para pengusaha sebagai alat penjualan dan pemasaran.

Perusahaan desain pertama yang berspesialisasi di bidang trademark design adalah Lippincott & Margulies. Perusahaan inilah yang menjadi “trend setter”. Pada Jaman Gua. kurang lebih 30.000 tahun yang lalu. manusia menggunakan simbol-simbol untuk
berkomunikasi. Simbol-simbol ini berupa gambar-gambar sederhana dari benda-benda yang ada di sekeliling mereka. seperti: binatang, pohon, senjata, dan lain-lain. Gambar-gambar ini disebut pictograph.

Pada tahun 1950 dan 1960-an. dengan berkembangnya banyak perusahaan multinasional. menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya kebutuhan desain
trademark untuk satu jenis produk atau jasa. Pada masa inilah puncak kejayaan desain
trademark. Identitas visual pada masa ini benar-benar “mengatakan”, "Saya ingin benar-benar berbeda dan menarik dari yang lain. Dengan kata lain identitas visual mulai benar- benar memiliki konsep yang kuat dan ingin menyampaikan dan mengkomunikasikan
sesuatu.

Di tahun 1970-an popularitas identitas visual mulai menurun. Hal ini dikarenakan pada masa itu banyak negara yang terkena krisis ekonomi (Great Depression). Sehingga banyak perusahaan yang mengencangkan ikat pinggangnya. Mereka lebih memilih untuk bersifat low profile. dan menggunakan uang untuk program-program sosial daripada untuk memperbaiki image mereka.

Setelah era Great Depression berakhir. banyak perusahaan kecil dan besar yang melebarkan sayapnya. sehingga pada tahun 1980-an identitas visual mulai banyak digemari kembali. Banyak perusahaan yang mendesain ulang logo mereka untuk menciptakan image yang baru. Selain itu banyak pula produk baru yang muncul, sebagai konsekuensinya dibutuhkan pula trademark-trademark baru untuk produk-produk tersebut.

Corporate Image Versus Corporate Identity
Perusahaan, seperti halnya manusia mempunyai karakter. kesan dan filosofi sendiri-sendiri. Meskipun demikian. rnasyarakat sering menganggap bahwa perusahaan adalah perusahaan. mereka "dingin" dan tidak mempunyai karakter, dengan kata lain mereka hanyalah benda. Sebuah trademark. suatu bagian dari identitas perusahaan yang lebih sering tampak. membantu "memanusiakan" suatu perusahaan dengan menampilkan
sifat-sifat perusahaan tersebut dalam bentuk simbol. Simbol yang ditampilkan mencerminkan identitas perusahaan dan membentuk image perusahaan itu secara positif. Inilah salah satu perbedaan antara image dan identity.

a. Corporate Image
Corporate image adalah bagaimana suatu perusahaan dipersepsikan dan dilihat oleh masyarakat atau publik, dalam hal ini konsumen, pesaing, suplier, pemerintah dan masyarakat umum. Corporate image terbentuk dari kontak dengan perusahaan tersebut
dan dengan menginterpretasikan informasi mengenai perusahaan tersebut. Informasiinformasi ini dapat didapatkan dari produk-produk dan iklan-iklan dari perusahaan tersebut.

Image dapat terus berubah secara konsisten. Dengan berkembangnya informasi, jaman dan trend bisnis, informasi-informasi baru ditambahkan atau memodifikasi kesan yang telah ditampilkan. Contohnya, sebuah perusahaan yang berkembang dan memiliki staf dari sebanyak 10 orang menjadi 75 orang dalam waktu 2 tahun dapat memberikan kesan bahwa perusahaan itu menguntungkan. Tetapi, kepada orang lain dapat berkesan
bahwa perusahaan ini terlalu cepat maju.

Pesan dan kesan yang hendak disampaikan oleh suatu perusahaan dapat disalahartikan dan dapat pula diacuhkan oleh masyarakat. Dan karena pesan dan kesan yang hendak disampaikan itu umumnya lebih dari satu, maka suatu corporate image yang baik harus mempunyai dan menunjukkan karakter-karakter di bawah ini:

1. Memiliki respon emosiona1 yang kuat.
Kekuatan respon ini berkembang seiring dengan lamanya suatu image digunakan.
Suatu image yang baik dapat bertahan menghadapi tekanan-tekanan dan para pesaing
dan mendarahdaging dalam benak konsumen. Contohnya, perusahaan minuman ringan
Coca Cola yang ingin memberikan image bahwa minuman ringan tersebut
menyegarkan. Walaupun saat ini banyak pesaing yang memproduksi minuman ringan sejenis, seperti Pepsi, perusahaan ini tetap menduduki puncak penjualan minuman ringan dan disukai oleh konsumen tua maupun muda.

2. Memperlihatkan kekuatan.
Konsumen ingin merasakan kekuasaan dan kekuatan dari suatu perusahaan melalui
produk dan jasanya. Konsumen juga membutuhkan perasaan bahwa mereka berurusan
dengan perusahaan yang stabil dan dapat diandalkan pada saat mereka membeli produk dan jasa atau berinvestasi dalam perusahaan itu. Contohnya, dari berpuluh-puluh merek mie instan yang tersedia di pasar, merek Indo Mie yang paling dicari dan
dibeli oleh konsumen. Salah satu a1asannya adalah karena produsen Indo Mie termasuk perusahaan yang dapat dipercaya dan diandalkan mutu dan produknya.

3. Menunjukkan penga1aman, kepercayaan diri dan tradisi.
Jika sebuah perusahaan telah memiliki dan mengembangkan karakter-karakter ini, maka ia dapat memperkenalkan produk atau jasa baru berdasarkan "penampilan"
terdahulu. Keyword seperti, "Satu lagi dari Mayora", sangat efektif. Di sini perusahaan makanan ringan (snack) Mayora selain memperkenalkan satu produk baru lagi, juga secara tidak langsung menekankan pada pengalaman mereka selama bertahun-tahun di bidang ini.

b. Corporate Identity
Corporate identity adalah suatu bentuk visual dan ekspresi graphis dari image dan identitas suatu perusahaan.3 Sebagai bentuk visual, corporate identity menampilkan
simbol yang mencerminkan image yang hendak disampaikan. Sebagai suatu ekspresi
grafis, sebuah identitas perusahaan dapat diciptakan dan mempengaruhi nasib dari
perusahaan tersebut.

Sebuah corporate identity yang efektif harus memiliki karakter-karakter sebagai
berikut:

1. Simbolisme yang sederhana tetapi mengena.
Kesederhanaan adalah dasar dari kombinasi identitas brand-package-symbol yang
baik. Semakin sederhana suatu simbol, semakin jelas pula pesan yang hendak disampaikan.

2. Mempunyai pemicu visual yang kuat.
Sebuah simbol yang efektif harus mampu memicu respon terhadap suatu produk atau
perusahaan. Di saat di mana konsumen berurusan dengan perusahaan itu, maka ia
hanya perlu memikirkan produk atau jasa dari perusahaan tersebut, dan nama
perusahaan itu akan diingat dengan sendirinya. Contohnya, bila kita ingin membeli. Pada tahun 1959 dalam majalah Print, William Golden, seorang desainer komunikasi visual mengatakan, "Image adalah bagaimana Anda dilihat dan dipersepsikan; identitas adalah siapa diri Anda." Minyak goreng, maka kebanyakan dari kita akan mengingat bahkan langsung membeli merek Bimoli.

3. Identitas sebagai alat promosi dan pemasaran.
Corporate identity ada1ah alat promosi yang sangat efektif dan aktif. Walaupun kampanye untuk suatu iklan produk berakhir, tetapi identitas tetap dipakai sampai
bertahun-tahun.

4. Corporate identity harus dapat diingat dan mengesankan.
Suatu corporate identity yang baik mempunyai dua sifat : mengusulkan suggestiveness) dan mengingatkan (recall).5 Bila konsumen ingin membeli suatu produk, maka ia akan teringat nama suatu perusahaan, ini disebut mengusulkan (suggestion). Bila konsumen ini kemudian datang lagi dan membeli produk yang sama dan ia menghubungkan kembali dengan produsennya, maka ini disebut mengingatkan (recall).

Sebuah perusahaan yang baik harus dapat menyampaikan image sesuai dengan
identitasnya. Dalam suatu perusahaan, image adalah kesan yang diberikan oleh
perusahaan itu kepada publik melalui produk-produknya, kegiatan-kegiatannya, dan
usaha-usaha pemasarannya. Karena itu dibutuhkan sebuah identitas yang kuat sebagai
patokan untuk menciptakan image atau kesan yang ingin disampaikan. Sebaliknya, image merupakan cerminan dari suatu perusahaan.

Fungsi Corporate Identity
Selain berfungsi sebagai identitas perusahaan, corporate identity juga mempunyai
fungsi-fungsi lain, antara lain :

1. Sebagai alat yang menyatukan strategi perusahaan.
Sebuah corporate identity yang baik harus sejalan dengan rencana perusahaan tersebut
- bagaimana perusahaan itu sekarang dan bagaimana di masa yang akan datang. Selain itu corporate identity harus dapat dengan tepat mencerminkan image perusahaan, melalui produk dan jasanya.

2. Sebagai pemacu sistem operasional suatu perusahaan.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam pembuatan corporate identity adalah
bagaimana suatu perusahaan ingin dilihat oleh publik. Pertanyaan ini secara tidak
langsung membuat personil-personil perusahaan tersebut berpikir dan mengevaluasi
sistem operasional mereka selama ini. Dari sini dapat ditemukan kelemahan atau
kesalahan yang selama ini dilakukan, sehingga tercipta tujuan perusahaan yang lebih
baik dan mantap.

3. Sebagai pendiri jaringan network yang baik.
Sebuah perusahaan yang berimage positif, stabil, dapat dipercaya dan diandalkan akan
menarik perhatian para investor untuk menanamkan modal dalam perusahaan tersebut.
Jenis perusahaan yang seperti ini juga yang mendapat banyak keringanan saat ia
membutuhkan tambahan modal dari bank. Produk-produk dari perusahaan ini juga
mungkin menjadi produk yang paling laku dan digemari di pasar.

4. Sebagai alat jual dan promosi.
Perusahaan dengan image yang positif berpeluang besar untuk mengembangkan
sayapnya dan memperkenalkan produk atau jasa baru. Konsumen yang telah lama
memakai produk dari perusahaan tersebut akan dengan setia terus memakai produk
itu. Mereka akan lebih menerima karena telah membuktikan sendiri bahwa produk itu
benar-benar cocok untuk mereka.

Aplikasi Corporate Identity
Tahap terakhir dari proses desain corporate identity adalah aplikasi. Dalam tahap
ini seorang desainer komunikasi visual harus tahu apa yang penting dan efektif untuk
bentuk desain komunikasi visual ini; apakah itu aplikasi pada business stationery, catalog, daftar harga, gedung perusahaan, bahkan kendaraan perusahaan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menciptakan suatu sistem komunikasi visual yang efektif dan menyatu.

Berkonsultasi dengan klien juga sangat penting dalam tahap ini. Karena bagaimanapun juga merekalah yang selama ini berurusan dengan perusahaan tersebut dan merekalah yang paling banyak tahu tentang perusahaan tersebut dan apa yang dibutuhkan.

Banyak sekali aplikasi corporate identity yang sering digunakan, antara lain:
1. Business Stationery (kop surat, amplop, memo, kartu nama,forms, bon, dan lain-lain).
2. Advertising
3. Poster
4. Brosur dan katalog
5. Signage system
6. Gedung perusahaan
7. Annual Report (Laporan Tahunan)
8. Newsletter (Buletin perusahaan)
9. Kendaraan perusahaan

Kesimpulan
Corporate identity yang dulunya hanya bersifat dekoratif sekarang telab berkembang menjadi salab satu elemen dalam strategi perusabaan, yang mencerminkan rencana perusahaan yang matang. Sebuab corporate identity yang baik harus sejalan dengan strategi dan rencana perusahaan tersebut. Selain itu ia juga hams dapat menciptakan image, yaitu cerminan dari perusahaan tersebut; bagaimana perusabaan itu dilihat oleh publik.

Dalam menciptakan suatu corporate identity, seorang desainer komunikasi visual
harus tabu image yang ingin disampaikan oleh perusabaan tersebut dan mengimplementasikan pada identity yang diciptakan. la juga hams dapat menciptakan
suatu si stem identity yang efektif dan menyatu pada aplikasi-aplikasinya.Tulisan oleh : Christine Suharto Cenadi)

Kepustakaan
Abbey, Norman. Notes. Art 50A, Pasadena City College. Pasadena, California. 1992.
Arntson, Amy E. Graphic Design Basics. Holt, Reinhart and Winston, Inc., Orlando.
1988
Cotton, Bob. The New Guide to Graphic Design. Phaidon, Oxford. 1990.
De Neve, Rose. The Designer's Guide to Creating Corporate ID Systems. North Light
Books, Cincinnati, Ohio. 1992.
Falzone, Michael. Notes. Graphic Design n. American College for the Applied Arts, Los
Angeles, California. 1994.
Napoles, Veronica. Corporate Identity Design. Van Nostrand Reinhold, New York. 1988.
Wells, William. Advertising -Principles and Practice 3 rd Edition. Phaidon, Oxford. 1990.

YUK...MENGENAL AKTIVITAS PR


Banyak definisi yang dikemukakan para ahli mengenai PR. Salah satunya William F. Arens mendefiinisikan PR sebagai sebagai sebuah fungsi manajemen yang memfokuskan diri pada membangun/ mengembangkan relasi serta komunikasi yang dilakukan individual maupun organisasi terhadap publik guna menciptakan hubungan yang saling menguntungkan. Publik yang dimaksud dari definisi di atas menurut Arens ada tujuh kategori publik, yaitu para Employees - Stockholders- communities- Media – Government - Investment Community - Customers.

Definisi William F Arens mengandung makna bahwa aktifitas Public Relations berada pada kata manajemen relasi dan komunikasi yang berujung pada terciptanya hubungan baik dengan berbagai pihak demi meningkatkan pencitraan individu atau perusahaan tersebut. Pencitraan yang terbentuk dengan baik akan memberikan dampak yang baik pula demi tercapainya tujuan-tujuan yang ditetapkan individu ataupun organisasi. Akan meraih keuntungan dari produk yang dijual karena memilliki citra yang baik. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap individu atau organisasi dalam menjalankan bisnis.

Dengan demikian fungsi dan peranan Pubic Relations dianggap sebagai ujung tombak individu atau perusahaan yang berhadapan langsung dengan publik, baik publik yang bersentuhan langsung maupun yang tidak dengan kepentingan-kepentingan mereka terhadap perusahaan. Terhadap publik yang tidak bersentuhan langsung pun tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti sebuah informasi akan sampai di benak mereka.

Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan dampaknya pada perkembangan media massa memberikan peluang akses informasi masyarakat luas. Public Relations Society of America (PRSA), sebuah Organisasi Public Relations yang terbentuk pada tahun 1947 di Amerika, pada tahun 2002 merumuskan aktifitas-aktifitas Public Relations.

1. Community Relations.
Hubungan publik yang memfokuskan diri pada komunitas yang berkaitan dengan keberlangsungan perusahaan. Misalnya, para pemilik lahan/tahan haruslah mendapat perhatian dan kepuasaan dari perjanjian pembelian tanah oleh perusahaan yang membutuhkan tanah mereka untuk proyek pembangunan lapangan terbang baru. Jika tidak, maka komunitas yang tidak terpuaskan ini bisa menghambat proyek yang sedang dilaksanakan.

2. Counseling.
Para profesional Public Relations hendaklah secara rutin memberikan masukan/pertimbangan kepada pihak manajemen sebelum mereka mengambil keputusan, membuat kebijakan, membangun relasi, atau melakukan komunikasi dengan berbagai macam publik. Jajaran manajemen menyatakan kepada publik ‘apa yang mereka lakukan’ sedangkan profesional atau bagian Public Relations membantu mendefinisikan dan mempresentasikan pesan tersebut untuk sampai ke publik.

3.Development/Fundraising.
Semua organisasi baik yang profit maupun non-profit dapat bertahan karena ada kontribusi dari berbagai pihak dalam bentuk waktu maupun uang. Peran Public Relations yang menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan organisasi tersebut kepada pihak-pihak yang memiliki peluang dan atau kemampuan memberikan kontribusi.

4.Employee/ Member Relations.
Sebagai bagian inti dari jalannya perusahaan, tugas Public Relations untuk menciptakan hubungan-hubungan yang baik, tidak hanya sekadar pada para pekerja melainkan juga kepada keluarga pekerja. Dengan demikian akan terbentuk motivasi yang baik pula dan moral yang tinggi dari para pekerja sehingga loyal pada perusahaan.

5.Financial Relations.
Investor merupakan salah satu bagian terpenting dari sumber pendanaan perusahaan. Peran Public Relations adalah membangun jembatan komunikasi
antara investor-pemilik perusahaan, para pemegang saham, komunitas finansial seperti bank, dan publik. Kebanyakan dari strategi perusahaan, dalam rangka ekspansi pasar maupun akuisisi perusahaan, tergantung dari seberapa bagus hubungan-hubungan finansial yang tercipta.

6. Government Affairs.
Inilah tipe aktifitas Public Relations yang memfokuskan diri menjalin hubungan dengan pihak pemerintahan. Karena sebagai perusahaan publik, tidak bisa dilepas-pisahkan hubungannya dengan pemerintahan. Bahkan untuk beberapa kasus, perusahaan yang ingin mengikuti tender proyek harus memiliki endors resmi dari pemerintah, misalnya SIUPP dan NPWP.

7. Industry Relations.
Perusahaan tidak hanya menjalin relasi yang terbatas pada konsumen/ pelanggan semata, melainkan juga harus menciptakan relasi yang baik dengan perusahaan lain yang secara langsung berkaitan dengan bisnis perusahaan seperti para suppliers, distributor, agen bahkan relasi terhadap perusahaan kompetitor sekaligus.

8. Issues Management.
Manajemen isu melibatkan publik dalam jumlah besar demi terciptanya imej produk maupun citra dari perusahaan. Akrifitas Public Relations untuk mengembangkan manajemen isu ini sebagai bagian dari kekuatan perusahaan. Sebuah perusahaan pertambangan, sebagai misal, harus mengelola manajemen isu yang baik terhadap publik bahwa usaha yang dilakukan tidak berdampak pada kerusakan alam.

9. Media Relations.
Perkembangan teknologi dan pengaruhnya terhadap bentuk-bentuk media massa memberikan pengaruh yang berarti bagi perusahaan. Liputan yang baik di media akan memberikan pencitraan yang baik pula bagi perusahaan, meningkatkan kepercayaan pelanggan dalam memakai produk perusahaan, dan akhirnya menumbuhkan minat pemodal untuk menginvestasikan modalnya pada perusahaan. Aktifitas Public Relations inilah yang menjalin relasi dengan media dan mendapatkan kepercayaan dari liputan media.

10. Marketing Communication.
Kombinasi dari aktifitas menjual produk, servis, maupun ide. Iklan-iklan yang dilakukan melalui berbagai media memberikan efek yang menguntungkan pada aktifitas Public Relations. Bentuk kemasan produk yang unik dan bagaimana memajang produk di pasar merupakan terpaan dari pembentukan imej dari perusahaan yang membedakan dari perusahaan lainnya.

11. Minority Relations/Multicultural Affairs.
Aktifitas Public Relations yang memfokuskan diri pada terbentuknya relasi pada kelompok minoritas yang secara langsung maupun tidak akan memberikan dampak publisitas perusahaan.

12. Public Affairs.
Interaksi Public Relations yang melibatkan para ofisial dan pemimpin dari berbagai bentuk organisasi atau para pemegang kekuasaan. Relasi dengan komunitas maupun pemerintahan merupakan fokus dari aktifitas Public Relations.

13. Special Events and Public Participant.
Aktifitas langsung yang melibatkan publik dan dilakukan oleh Public Relations untuk menjalin interaksi antara organisasi/perusahaan dengan publik. Dari rumusah tersebut jelas bahwa posisi Media Relations menempati bagian terpenting dari aktifitas Public Relations. Bahwa Media Relations merupakan corong atau penyuara perusahaan untuk menjangkau publik melalui media.

ETIKA DAN PROFESIONALISME PR


Kegiatan PR secara umum adalah kegiatan yang berhubungan dengan ‘persepsi’ dan nilai.’ Karena itu memerlukan perhatian pada asas-asas: profesional; obyektif; bermoral dan beretika; efisien; efektif; transparan; akuntabel; dan pelayanan berkualitas. Dengan menjalankan asas tersebut, maka kita akan mampu untuk menjadi aparat Humas pemerintah yang profesional dan handal dalam membentuk reputasi positif lembaga pemerintah yang diwakilinya, sehingga terwujud tata kelola pemerintahan yang baik.

Ketika berbicara mengenai status profesional PR, publik seringkali merujuk pada ke-etis-an aparat tersebut. Lalu apakah Etika itu? Etika adalah standar-standar moral perilaku, atau bagaimana Anda bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika merupakan sebuah bentuk kompromi antara hak dan tanggung jawab individu. Sebuah ‘sintesis’ dari hak (sebagai ‘tesis’) dan tanggung jawab (sebagai ‘antitesis’). Ketika keduanya dinegasikan maka muncullah etika itu sebagai standar orang dalam berprilaku.

Etika bukanlah hal yang datang dengan sendirinya. Ia merupakan suatu hasil bentukan manusia. Etika diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar terjadi interaksi yang harmonis. Dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada sebuah komunitas sosial, tergantung budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara, agama, maupun komunitas group. Tak ada etika yang universal.

Perbedaan tersebut bahkan seringkali telah melahirkan bentuk etika baru. Karena
ketika dua komunitas yang memiliki standar/dasar etika yang berbeda berkomunikasi, mereka akan terikat dengan aturan main. Di mana kedua belah pihak dituntut untuk menghormati etika masing-masing, agar komunikasi dapat terhindar dari kegagalan. Hal inilah yang pada akhirnya akan terbentuk etika baru sebagai sebuah bentuk kompromi baru dari dua buah etika yang berbeda. Bagi profesi PR, standar/dasar etikanya mencakup:
1. Sikap profesional
Sikap profesional memiliki prinsip bahwa Anda harus bertindak atas dasar keinginan untuk menciptakan kebaikan diantara kedua belah pihak, baik klien maupun komunitas. Bukan semata - mata untuk mengejar posisi dan kekuasaan.

2. Kepercayaan mutlak, dan tanggung jawab sosial
Untuk menjadi seorang profesional, Anda diharapkan mampu memegang kepercayaan. Kesejahteraan publik atau pimpinan tergantung pada kecakapan dan tindakan Anda. Pimpinan harus mempercayai informasi yang diberikan oleh PR lebih dari siapapun. Sedangkan kehormatan seorang profesional PR mengacu pada keyakinan dan kepercayaan yang diberikan publik, karena perilaku yang benar dan keahlian yang Anda miliki.

Hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Tanggung jawab
Praktisi PR memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan fungsinya (by function) serta tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan pelaksanaan profesi (by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi/perusahaan, dan masyarakat umum lainnya.

2. Kebebasan
Para profesional PR memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik sebagai standar perilaku profesional.

3. Kejujuran
Profesional PR harus jujur dan setia, serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya. Mengakui akan kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Di samping itu, tidak akan ‘melacurkan’ profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, demi tujuan materi semata atau kepentingan sepihak.

4. Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, maka setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak, mengganggu milik orang lain, lembaga, atau organisasi, atau mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Di samping itu, harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan nama baik, martabat, dan milik bagi pihak lain, agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara obyektif dalam kehidupan masyarakat.

5. Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuannya, organisasi, dan departemen yang dipimpinnya, untuk melakukan kegiatan operasional atau kerja sama yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apa pun yang dilakukannya adalah merupakan konsekuensi dari tanggung jawab profesi. Kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap profesional.

Standar komitmen yang tinggi atas etika dan sikap profesionalisme bagi para praktisi akan membedakan praktisi PR dengan tenaga terlatih lainnya. Kemudian akan menjadikan profesi PR mempunyai nilai lebih dalam pelayanan public interest. Landasannya adalah:
1. Professional Ethics
Perilaku yang profesional didasarkan pada niat baik, merasa diawasi dan dinilai jika melawan kode perilaku. Perasaan ini dapat terwujud, karena dipaksa melalui interpretasi nyata bagi mereka yang menyimpang dari penampilan standar yang diterima.

2. The Imperative of Trust
Hubungan publik atau pimpinan lembaga dengan PR berbeda dengan hubungan mereka dengan penyedia jasa lainnya. Perbedaan dipusatkan pada hubungan berlandaskan kepercayaan. Sewaktu pimpinan mencari jasa profesional, mereka menempatkan dirinya –bukan hanya pikirannya– dalam suatu resiko. Begitu juga dengan publik. Seringkali, mereka mempercayakan dirinya dan keinginannya kepada Anda. Karena itu, pimpinan atau publik dan Anda telah memasuki sebuah hubungan saling percaya, sehingga diharuskan untuk bertindak sebaik mungkin.

3. Professional Privilege
Professional Privilege (hak istimewa) para profesional PR berpondasi pada kepercayaan, keyakinan, dan perilaku yang baik dari publik maupun dari sesama profesional. Untuk melindungi hak masing-masing dalam posisinya di masyarakat, para praktisi membuat kode etik dan standardisasi dalam praktek. Kode etik tersebut
seringkali memiliki kekuatan hukum dan kekuasaan terhadap sanksi negara.

4. Social Responsibility
Para profesional PR juga harus dapat memenuhi kewajiban moral dan harapan dalam masyarakat. Masalah etika ini penting diperhatikan. Karena pada dasarnya, kegiatan PR memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, terutama apabila dapat menjalankan fungsinya secara efektif, dan sadar akan konsekuensi dari kegiatan yang dijalankannya.

Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan akibat dijalankannya kode etik ini adalah:
1. Humas dapat meningkatkan praktek profesionalisme dengan memberikan kode
etik dan memberdayakan perilaku dan kinerja yang bersifat etis dan standar.
2. Humas mampu meningkatkan perilaku dari suatu organisasi dengan menekankan pada kebutuhan akan aspirasi masyarakat.
3. Humas mampu melayani kepentingan masyarakat dengan menyerap aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat.
4. Humas melayani kelompok masyarakat tertentu dan masyarakat lainnya dengan menggunakan komunikasi dan media untuk mengubah informasi yang tidak benar menjadi informasi yang sebenarnya.
5. Humas mempengaruhi tanggung jawab sosialnya dengan mendukung kesejahteraan manusia dengan cara memperbaiki sistem sosial yang disesuaikan dengan perubahan kebutuhan dan lingkungan.

Selain itu, juga terdapat beberapa pengaruh negatif, mungkin terjadi akibat penyalah gunaan etika dalam kegiatan PR, seperti:
1. Humas yang ingin mendapatkan keuntungan dengan mendukung kepentingan
tertentu, kadang-kadang sampai mengorbankan kepentingan masyarakat.
2. Humas ada kalanya membuat kekacauan dalam saluran-saluran komunikasi
dengan membuat informasi menjadi lebih rumit dan membingungkan daripada
bersifat klarifikasi.
3. Humas dapat mengakibatkan rusaknya kredibilitas dan saluran komunikasi
karena dinodai oleh rasa kebencian dan ketimpangan.

Selain pengaruh negatif di atas, seringkali kegiatan-kegiatan yang dilakukan PR berujung pada penuntutan melalui jalur hukum, oleh pihak-pihak yang merasa tidak
puas. Karena itu, PR lembaga pemerintah juga dituntut untuk ’melek’ hukum dalam
melakukan aktifitasnya. Minimal mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan
mereka yang berpotensi dalam pelanggaran hukum. (Dari berbagai sumber)

MENGENAL FUNGSI PR


Salah satu cabang ilmu komunikasi adalah public Relations atau yang kita kenal dengan Hubungan Masyarakat ( Humas ). PR atau Humas itu sendiri mempunyai definisi sebagai fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan alur komunikasi yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan di dalam organisasi tersebut.

Di dalam perusahaan, ada banyak kerancuan antara Public Relations Department dengan Marketing Department. Menurut beberapa orang bahwa antara Public Relations dengan Marketing mempunyai pengertian yang sama tetapi sebenarnya mempunyai pengertian yang sangat berbeda.

Menurut ilmu komunikasi, Marketing mempunyai definisi sebagai fungsi manajemen yang mengindentifikasi kebutuhan dan keinginan manusia, menawarkan produk dan jasa untuk memuaskan permintaan dan menyebabkan terjadinya tranksaksi dimana pemberian produk atau jasa itu akan ditukar dengan sesuatu yang berharga bagi si penyedia. Dalam salah satu contoh nyata di dalam kerancuan antara Public Relations dengan Marketing, seorang praktisi yang bekerja untuk rumah sakit besar bekerja di ruangan yang Pintunya bertuliskan "Departemen Komunikasi Marketing " dan yang lebih mengejutkannya lagi menjadi "Departemen Public Relations tanpa memberitahu dirinya. Mereka yang menjalani praktek PR juga menambah kerancuan ini. Beberapa praktisi PR memiliki kartu nama yang mencantumkan keterangan bahwa mereka " komunikasi marketing " atau " komunikasi marketing terpadu "dalam judul jabatan mereka. Seorang mantan pemimpin di firma semacam itu pernah menulis sebuah buku yang mendeskrpsikan " marketing public relations " sebagai " program untuk menaikkan penjualn dan kepuasan konsumen melalui komunikasi informasi yang kredibel dan mengesankan ( Thomas L. Harris, The Marketer's Guide To Public Relations )

Ada beberapa bagian dari fungsi PR antara lain :
1. Hubungan internal
Menurut Alvie Smith, mantan direktur komunikasi korporat di General Motors, ada dua faktor yang menjelaskan mengapa manajemen menghormati salah satu aspek dari fungsi PR ini :
A. Arti penting pemahaman, teamwork, dan komitmen karyawan dalam mencapai hasil standard. Aspek positif dari perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi dua arah yang interaktif di seluruh organisasi.
B. Kebutuhan utnuk membangun jaringan komunikasi-manajer, jaringan yang membuat setiap supervisor di setipa level bisa melakukan komunikasi secara efektive dengan karyawannya. Kebutuhan ini bukan sekadar informasi yang berkaitan dengan tugas dan harus mencakup isu publik dan isu bisnis penting yang mempengaruhi keseluruhan organisasi ( Alvie L. Smith dalam surat kepada penulis, 28 Maret 1993 ).

2. Publisitas
Sumber-sumber PR menyediakan informasi yang mereka anggap pantas diberitakan informasi tersebut. Contoh dari publisitas itu sendiri antara lain berita di rubrik finansial tentang peningkatan pendapatan sebuah perusahaan, sebuah foto dan caption tentang pengumuman bisnis baru atau peluncuran produk baru, tulisan seorang kolumnis tentang kemajuan kampanye pengumpulan dana, berita feature di majalah yang menjelaskan tentang ilmuan ilmiah dari pusat diset kanker, dan sebagainya. Model praktik publisitas disebut informasi publik. Model " mengisahkan cerita kami " masih merupakan model yang paling banyak digunakan. Publisitas yang dihasilkan oleh mantan jurnalis telah mendominasi praktik PR sejak awal, jadi tidak mengejutkan jika ada yang masih mengacaukan anatara publisitas dengan konsep PR yang lebih luas.

3. Advertising
Organisasi-organisasi menggunakan advertising menggunakan advertising untuk tujuan PR ketika mereka ingin menanggapi kritik di media-yakni kritik media yang tak bisa di kontrol sepenuhnya-saat mnereka menganggap sudut pandang mereka tidak dimuat secara adil dan seimbang, saat mereka merasa bahwa publik mereka tidak memahami isu dengan benar atau bersikap apatis, atau ketika merekan ingin mengemukkakan pandangan terhadap suatu kasus.

4. Press Agency
Agen pers berusaha menarik perhatian publik lebih dari sekadar membangun pemahaman publik. Mereka mendasarkan pendekatannya pada teori penentuan agenda, yag menyatakan bahwa banyaknya liputan media massa akan menentukan persepsi publik terhadap arti penting relatif dari topik dan orang. Mereka menarik perhatian melalui praktik Press Agency.

5. Public Affairs
Dalam perusahaan,"public affairs" biasa mengacu pada usaha PR yang berkaitan dengan kebijakan publik dan "corporate citizenship". Spesialis public affairs di perusahaan berfungsi sebagai perantara atau penghubung dengan unit-unit pemerintah. Spesialis public affairs lainnya bekerja di departmen yang disebut "corporate affairs","corporate relations","government relations", dan eksternal affairs". (Hoewing," The State of Public Affairs" )

6. Lobbying
Definisi dari lobbying adalah bagian khusus dari PR yang berfungsi untuk menjalin dan memelihara hubungan dengan pemerintahteruama dengan tujuan memengaruhi penyusunan undang-undang dan regulasi. Banyak kalangan memnadang bahwa kegiatan lobbying sebagai usaha untuk memanipulasi demi kepentingan sendiri. Tetapi citra stereotiper pelobi yang membagi-bagi duit sambil mengiap rokok kini tak lagi berlaku untuk kebanyakan pelibi dan pekerjaan mereka:
Pelobi menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengumpulkan informasi dari pemerintah ketimbang melakukan komunikasi dengan pemerintah, karena strategi,taktik dan posisi lobbying yang baik sangat tergantung kepada bisnis informasi yang kuat. ( Charles S. Mack , " Lobbying And Political Action, dalam Practical Public Affairs.

7. Manajemen Isu
Manajemen isu adalah proses proaktif dalam mengantisipasi, mengindentifikasi, mengevaluasi, dan merespons isu-isu kebijakan publik yamg memengaruhi hubungan organisasi dengan publik mereka. Sebuah panel ahli mengembang definisi tersebut menjadi: Menganttisipasi, meriset dan memprioritaskan isu;menilai dampak isu terhadap organisasi; merekomendasikan kebijakan dan strategi untuk meminimalkan resiko dan meraih peluang, berpartisipasi dan mengimplementasikan strategi ; mengevaluasi dampak program. ( Kerry Tucker dan Glen Broom, " Managing Issues Acts as Bridge to Strategic Planning, " Public Relations Journal 49 No. 11, November 1993: 38-40 )

8. Hubungan Investor
Hubungan investor adalah bagian dari PR dalam perusahaan korporat yang membangun dan menjaga hubungan yang bermanfaat dan saling menguntungkan dengan shareholder dan pihak lain di dalam komunikasi keuangan dalam rangka memaksimalkan nilai pasar. Praktisi PR yang tidak pernah mendapatkan pelatihan yang baik dan tidak memiliki banyak pengalaman di dalam dunia bisnis, manajemen dan hukum kemungkina besar tidak akan mampu untuk mengisi posisi di bidang hubungan investor, " demikian pendapat periset yang mempelajari persepsi fungsi CEO. ( Barbara K. Petersen dan Hugh J. Martin, " CEO Perceptions of Investor Relations as a Public Relations Funtion: An Explatory Study, Journal of Public Relations Research 8, No. 3, 1996: 206-6 )

9. Pengembangan
Pengembangan adalah bagian khusus dari PR dalam organisasi nirlaba yang bertugas dan membangun dan memelihara hubungan dengan donor dan anggota dengan tujuan mendapatkan dana dan dukungan sukarela. Spesialis pengembangan bekerja untuk stasiun penyiaran publik, yayasan riset penyakit, kelompok komunitas seni, museum, kebun binatang, kelompok pemuda, universitas, kelompok kepentingan khusus, dan organisasi keagamaan.Karena kelompok semacam ini bergantung kepada sumbangan, iuran anggota, atau kombinasi dari keduanya. (dari berbagai sumber)

KENALAN DENGAN STAKEHOLDERS PR


Perusahaan berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam perkembangan tersebut tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian berjalannya perusahaan. Terkadang timbul tekanan – tekanan baik dari luar perusahaan ataupun dari dalam perusahaan. Tekanan ini siftanya tidak selalu buruk, terkadang tekanan justru memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan membesarkan perusahaan.

Tugas public relation tentunya untuk menjalin hubungan yang baik terhadap pihak – pihak yang berhubungan dengan perusahaan melalui proses komunikasi. Siapa yang di maksud dengan pihak – pihak tersebut? Yang di maksud di sini adalah khalayak yang menjadi sasaran kegiatan PR dan di sebut stakeholders.

Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen Public Relations memberi definisi bahwa "Stakeholders adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan perusahaan. Stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Penulis manajemen yang lain menyebutkan bahwa stakeholders terdiri atas berbagai kelompok penekan (pressure group) yang mesti di pertimbangkan perusahaan"

Pengertian dari wiki sebagai berikut " a person, group, organization, or system who affects or can be affected by an organization’s actions.

Stakeholders ini secara umum bisa di bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang di dalam perusahaan atau di sebut internal stakehoders dan yang berada di luar perusahaan yang di sebut external stakeholders.

Stakeholders yang secara harfiah diartikan sebagai pemangku kepentingan dibagi berdasarkan lingkup aktifitasnya sebagai berikut:
1. Publik internal dan eksternal
Publik internal adalah publik yang berada di dalam lembaga, seperti para karyawan dan keluarganya, satpam, penerima telepon, supervisior, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Sedangkan publik eksternal adalah mereka yang berkepentingan terhadap lembaga yang berada diluar lembaga, seperti penyalur, pemasok, bank, pemerintah, komunitas, pers, dan sebagainya.

2. Publik primer, sekunder, dan marjinal
Tidak semua stakeholders perlu diperhatikan lembaga. Sehingga perlu disusun suatu kerangka prioritas. Yang paling penting, disebut publik primer, yang kurang penting disebut publik sekunder, dan yang dapat diabaikan adalah publik marginal.

3. Publik tradisional dan masa depan
Bagi sebuah lembaga, karyawan dan konsumen (masyarakat pengguna langsung jasa/layanan lembaga) adalah publik tradisional, sedangkan mahasiswa, peneliti, konsumen potensial, atau pejabat pemerintah adalah publik masa depan.

4. Proponents, opponents dan uncommited
Diantara publik terdapat kelompok yang menentang lembaga (opponents), dan memihak (proponents) dan ada yang tidak peduli (uncommited).

5. Silent majority dan vocal minority.
Dilihat dari aktifitas publik dalam mengajukan complaint atau mendukung lembaga, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik penulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tak banyak. Sedangkan mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tak kelihatan suara atau pendapatnya.

Hubungan yang terjaga baik dengan publik/stakeholders akan sangat berguna dalam melakukan tindakan apa saja. Sebut saja dalam hal menyampaikan ide atau pemikiran. Dengan hubungan yang baik, kita dapat menyampaikan ide tanpa banyak memakan waktu dan tanpa harus melibatkan dana yang besar.

Perkembangan dan perubahan sistem pemerintahan seperti program desentralisasi
telah melahirkan permasalahan-permasalahan baru. Namun hal ini merupakan tantangan bagi PR lembaga untuk menjaga hubungan antara pemerintah dan publik/stakeholders yang terasa semakin semakin sulit ini. Tantangan ini khususnya dirasakan bagi PR lembaga pemerintah lokal dimana hubungan pemerintah dan publik/stakeholders dirasa sangat dekat.

Pemahaman tentang cakupan publik akan lebih mengarahkan Anda untuk membuat kegiatan yang lebih terukur (measurable) karena target kegiatan menjadi sangat fokus. Segmentasi khalayak yang jelas, tentu saja, memudahkan Anda untuk menentukan posisi yang tepat ketika suatu program humas ingin dijalankan.

Kelompok pemangku kepentingan dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima)
kelompok besar, yaitu:
1. Kelompok media
Kelompok yang termasuk dalam kelompok media adalah jurnalis media cetak; elektronik dan on-line; pengusaha media; organisasi profesi media dan pengusaha media. Prinsip utama pengembangan hubungan media adalah hubungan berkelanjutan yang didasarkan atas kemitraan untuk mendapatkan pemahaman dan terciptanya saling pengertian dengan media. Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok media, antara lain:
a. Menyediakan informasi bagi media berupa visi-misi, kebijakan dan posisi
lembaga.
b. Mengatur wawancara antara pers dengan pimpinan.
c. Mengadakan konperensi pers.
d. Menyiapkan naskah pers (release, position paper, backgrounder,
advertorial)
e. Mengunjungi media
f. Mengatur kunjungan pers ke lembaga

2. Kelompok internal (Karyawan/Pegawai)
Kelompok yang termasuk dalam kelompok internal adalah pimpinan, pegawai serta keluarga mereka. Prinsip utama pengembangan hubungan internal adalah kelancaran arus informasi dan komunikasi untuk membangun kualitas kerja yang tinggi.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan
gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok internal, antara lain:
a. Menjalin hubungan baik dengan seluruh karyawan
b. Melakukan kordinasi dengan bagian SDM untuk perekrutan,
pengangkatan, penempatan, mutasi dan pemutusan hubungan kerja
c. Menyelenggarakan program-program yang dapat meningkatkan ikatan
bersama serta jaminan sosial bagi karyawan
d. Melakukan kunjungan/pertemuan pribadi dengan karyawan

3. Kelompok komunitas
Kelompok yang termasuk dalam kelompok komunitas adalah masyarakat sekitar; kelompok usaha kecil dan menengah dan komunitas kurang beruntung. Prinsip utama pengembangan hubungan komunitas adalah mewujudkan tanggungjawab sosial pemerintah (government social responsibility) kepada komunitas.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok komunitas, antara lain:
a. Aktif dalam acara pemberian penghargaan
b. Mendukung kegiatan masyarakat sekitar
c. Mengkoordinasikan kunjungan masyarakat sekitar ke lembaga.
d. Membuat program pendampingan bagi masyarakat
e. Mengkoordinasikan kesempatan bekerja, magang/praktek kerja lapangan
bagi masyarakat sekitar.

4. Kelompok lembaga/instansi pemerintah lainnya
Kelompok yang termasuk dalam kelompok lembaga/instansi pemerintah lainya adalah sesama lembaga/instansi pemerintah, BUMN/BUMD, TNI dan POLRI serta parlemen dan partai politik. Prinsip utama pengembangan hubungan antar lembaga adalah sinerji dan keterpaduan arus informasi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman bersama serta keterpaduan tindakan dalam menghadapi masalah bersama.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok lembaga/Instansi Pemerintah lainnya, diantaranya:
a. Menjalin hubungan baik dengan birokrat dan politisi.
b. Melakukan fungsi intelejen pada kebijakan dan kegiatan pemerintahan/
antar lembaga.
c. Menyiapkan pernyataan sikap lembaga/pimpinan atas isu-isu penting.

5. Kelompok khusus
Kelompok yang termasuk dalam kelompok khusus adalah lembaga swadaya masyarakat; lembaga pemantau; komunitas financial dan investor, komunitas perguruan tinggi. Prinsip utama pengembangan hubungan kelompok khusus adalah kepekaan tinggi dalam memahami masalah bersama sehingga diminimalkan terjadinya perbenturan kepentingan yang mengarah pada munculnya konflik.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan
gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok khusus, antara lain:
a. Menganalisis kemungkinan terjadinya perubahan dengan dampaknya.
b. Mengikuti perkembangan berita baik lokal, regional maupun internasional,khususnya yang berhubungan dengan lembaga.

(dari berbagai sumber)

PUBLIC RELATIONS DALAM FUNGSI DAN TUGASNYA


Public Relations (PR) – yang di Indonesia disebut sebagai Hubungan Masyarakat (Humas) – adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi/lembaga dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.

Dari definisi ini setidaknya dapat dijelaskan bahwa PR adalah kegiatan komunikasi dua arah yang dilakukan lembaga/instansi kepada publiknya dengan maksud adanya saling pengertian. Komunikasi ini harus di rencanakan karena menyangkut tujuan-tujuan lembaga.

Webster’s New World Dictionary mendefinisikan PR sebagai hubungan dengan asyarakat luas, seperti melalui publisitas, khususnya mengenai fungsi-fungsi organisasi yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan opini publik yang menyenangkan untuk dirinya sendiri.

The International Public Relations Association (IPRA), bersepakat untuk merumuskan sebuah definisi dengan harapan dapat diterima dan dipraktekkan bersama. Menurut IPRA, “Public Relations is a management functions, of a continuing and planned character, through which public and private organizations and institutions seek to win and retain the understanding, sympathy and support of those with whom they are or maybe concerned – by evaluating public opinion about themselves, in order to correlate, as fast as possible, their own policies and procedures, to achieve by planned and widespread information more productive co-operation and more efficient fulfillment of their common interests.”
(PR adalah fungsi manajemen yang terencana dan berkesinambungan, dimana Organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bersifat umum dan pribadi berupaya membina pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka yang ada kaitannya atau yang mungkin ada hubungannya – dengan jalan menilai pendapat umum di antara mereka, untuk mengkorelasikan sedapat mungkin, kebijaksanaan dan tata cara mereka, yang dengan informasi terencana dan tersebar luas, mencapai kerja sama yang lebih produktif dan pemenuhan kepentingan bersama yang lebih efisien).

Public Relations Society of America (PRSA) menjelaskan bahwa dengan melihat fungsi PR di atas, Anda dapat mengetahui komponen-komponen dasar PR sebuah lembaga. Komponen-komponen ini akan menjawab kebutuhan-kebutuhan lembaga, dan dapat mengantisipasi peran PR bagi lembaga dimasa yang akan datang, dengan melakukan tindakan-tindakan berikut:
1. Counselling.
Menyediakan saran kepada Manajemen yang berhubungan dengan kebijakan, hubungan dan komunikasi.
2. Research. Melihat tindakan dan perilaku publik dalam rangka merencanakan strategi PR. Research dapat digunakan untuk:
a. Membangun saling pengertian atau
b. Mempengaruhi dan meyakinkan publik.
3. Media Relations.
Bekerja sama dengan pihak media untuk mencari publisitas atau merespon ketertarikan mereka terhadap lembaga.
4. Publicity.
Menampilkan pesan terencana melalui media tertentu untuk menghasilkan ketertarikan yang lebih jauh lagi.
5. Employee Relations.
Memberikan respon terhadap suatu masalah, menginformasikan, dan memotivasi karyawan lembaga.
6. Public Affairs.
Membantu lembaga beradaptasi dengan harapan publik, dan menjelaskan aktivitas lembaga mereka.
7. Government Affair.
Berhubungan langsung dengan lembaga-lembaga pemerintah lain yang terkait dengan kelangsungan lembaga kita. Melobi juga dapat menjadi salah satu program hubungan dengan lembaga pemerintah lain.
8. Issue management.
Mengidentifikasi dan mengetahui isu yang berkembang pada publik yang berakibat pada lembaga.
9. Development/Fund Raising.
Menciptakan kebutuhan dan memberanikan publik untuk mendukung lembaga, terutama melalui kontribusi finansial.
10. Financial Relations.
Menciptakan dan menjaga kepercayaan investor dan membangun hubungan baik dengan komunitas finansial. Juga dikenal dengan Investor Relations atau Stakeholders Relations.
11. Industrial Relations.
Berhubungan dengan lembaga-lembaga lain dalam industri dari sebuah organisasi dan dengan asosiasi dagang.
12. Multi-Cultural Relations/Workplace Diversity.
Berhubungan dengan individu-individu dan kelompok-kelompok dalam berbagai kelompok budaya.
13. Special Event.
Memancing ketertarikan seseorang terhadap lembaga dengan mengadakan suatu kegiatan yang didisain untuk dapat berinteraksi dengan mereka, sehingga mendapat perhatian yang lebih.
14. Marketing Communications.
Kombinasi dari aktifitas yang didisain untuk menjual produk, jasa atau ide, termasuk iklan, Collateral Materials, publisitas, promosi, direct mail, dan pameran dagang.

Sedangkan Scott M. Cutlip dan Allen Center dalam bukunya, Effective Public Relations memberikan penjelasan mengenai konsep fungsional PR sebagai berikut:
1. Memudahkan dan menjamin arus opini yang bersifat mewakili dari public- publik
suatu lembaga, sehingga kebijaksanaan beserta operasionalisasi lembaga dapat dipelihara keserasiannya dengan ragam kebutuhan dan pandangan publik-publik tersebut.
2. Menasehati manajemen mengenai jalan dan cara menyusun kebijaksanaan dan operasionalisasi lembaga untuk dapat diterima secara maksimal oleh publik.
3. Merencanakan dan melaksanakan program-program yang dapat menimbulkan penafsiran yang menyenangkan terhadap kebijaksanaan dan operasionalisasi lembaga.

Fungsi humas yang diberikan oleh Cutlip dan Center memfokuskan pada penciptaan dampak yang menyenangkan pada publiknya atas kebijaksanaan dan operasionalisasinya oleh pimpinan lembaga. Tentu saja bagi lembaga, dampak yang diinginkan adalah dampak yang dapat menguatkan citra positifnya dari sudut pandang publik.

Berbeda dengan Cutlip dan Center, Bertnard R. Canfield, dalam bukunya Public Relations: Principles and Problems mengemukakan fungsi PR dari sudut pandang publiknya sendiri, yaitu bagaimana lembaga berusaha untuk mengikuti apa yang diinginkan publik dari lembaga :
1. Mengabdi kepada kepentingan umum.
2. Memelihara komunikasi yang baik.
3. Menitikberatkan moral dan perilaku yang baik.
Sedangkan fungsi PR menurut Edwin Emery, Philip H. Ault dan Warren K. Agee
dalam bukunya Introduction to Mass Commnunication adalah upaya yang berencana untuk mempengaruhi dan membina opini yang menyenangkan melalui penampilan yang dapat diterima, dilakukan secara jujur, dan dengan kepercayaan melalui dua jalur komunikasi. Ia seharusnya merupakan fungsi ‘manajemen’ yakni, upaya yang berencana itu harus didasarkan pada pernyataan kebijaksanaan yang mapan dan yang disetujui, yang mencerminkan prinsip-prinsip dan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh lembaga.

Dalam aspek ini, PR adalah operasionalisasi konsep atau filsafat bisnis dari manajemen.
Sebagai fungsi dari manajemen, PR dalam tugasnya meliputi hal-hal berikut ini:
1. Mengantisipasi, menganalisis dan menginterpretasi opini publik, sikap, dan isu yang dapat membawa akibat, dalam keadaan baik maupun buruk, operasi dan rencana dari lembaga.
2. Memberikan saran manajemen pada setiap level dalam lembaga yang akan
menghasilkan keputusan kebijaksanaan, mengarahkan tindakan dan komunikasi, dan melibatkan diri dalam tanggung jawab lembaga kepada publiknya atau tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
3. Melakukan riset, mengorganisasikan dan mengevaluasi, secara terus menerus, program-program dari tindakan dan komunikasi untuk mendapat pengertian publik yang diperlukan demi kesuksesan tujuan lembaga. Hal ini dapat mencakup marketing, finansial, fund-raising, karyawan, community relations atau government relations, dan program lainnya.
4. Merencanakan dan mewujudkan usaha-usaha lembaga untuk mempengaruhi atau merubah kebijakan publik.
5. Menentukan tujuan, rencana, budget, rekruitmen dan training karyawan, dan membangun fasilitas – dalam jangka pendek, mengatur sumber daya yang dibutuhkan untuk menampilkan hal-hal tersebut.
6. Mencontohkan pengetahuan yang mungkin dibutuhkan dalam praktek PR profesional mencakup seni berkomunikasi, psikologi, psikologi sosial, sosiologi, ilmu politik, ekonomi, dan dasar-dasar manajemen dan etik.

Pengetahuan teknis dan keahlian dibutuhkan untuk riset opini, menganalisis isu publik, hubungan media, direct mail, publikasi, produksi film/video, special events, pidato dan presentasi.

Apabila definisi PR dikaitkan dengan fungsinya seperti di atas, ada baiknya kita lihat definisi kerja PR menurut Rex. F. Harlow, seorang veteran profesional PR yang mendirikan Public Relations Society of America (PRSA). Ia mengumpulkan lebih dari 500 definisi dari hampir banyak sumber dan menghasilkan sebuah definsi yang dicantumkan oleh International Public Relations Association (IPRA) dalam buku “Gold Paper No. 4: A Model for Public Relations Education for Professional Practice,” yang berbunyi sebagai berikut. “Public Relations is a distinctive management function which helps establish and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance and cooperation between an organization and its publics; involves the management of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinion; defines and emphasizes the
responsibility of management to serve the public interest; help management keep abreast of and effectively utilize change, serving as an early warning system to help anticipate trends; and uses research and sound and ethical communication techniques as its principal tools.” (PR adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung dan memelihara jalur bersama bagi komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerja sama antara lembaga dengan khalayaknya; melibatkan pimpinan dalam permasalahan atau persoalan; membantu pimpinan memperoleh penerangan mengenai opini publik dan tanggap terhadapnya; menetapkan dan menegaskan tanggung jawab pimpinan dalam melayani kepentingan
umum; menopang pimpinan dalam mengikuti dan memanfaatkan International perubahan secara efektif dalam penerapannya sebagai system peringatan secara dini guna membantu mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik-teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai kegiatan utama).

Secara lebih spesifik, Onong U. Effendy memandang definisi kerja yang disepakati
oleh IPRA di atas, memiliki landasan sebagai berikut:
1. PR merupakan suatu panduan khas dari pengetahuan, keterampilan, dan metode.
2. PR adalah fungsi manajemen mengenai hubungan-hubungan antara dua atau
lebih lembaga dan publik, baik nasional maupun internasional, yang
menghasilkan jenis hubungan yang diinginkan atau dipergunakan oleh
khalayaknya.
3. Kegiatan-kegiatan PR dilaksanakan oleh para praktisi yang melayani berbagai
jenis lembaga beserta publiknya, seperti perusahaan, pemerintahan, keuangan,
perburuhan, pendidikan, organisasi-organisasi ilmu pengetahuan, perdagangan
dan profesi, kelompok-kelompok minat khusus, kelompok-kelompok rasial dan seks, para pelanggan, para pemegang saham, para pemuka opini, kelompok-kelompok budaya, dan lain-lain.
4. Para praktisi PR yang berupaya untuk melayani kepentingan umum, sadar akan pengaruh opini publik terhadap pengambilan keputusan. Karenanya mereka dituntut untuk tidak hanya melakukan kegiatan ke dalam, tapi juga dapat melakukan kegiatan ke luar organisasi/lembaga, sesuai dengan konsep komunikasi organisasi. Kegiatan tersebut antara lain adalah:
a. Memberikan pelayanan secara dua arah timbal balik antara lembaga dengan
publik;
b. Berupaya melakukan proyeksi perihal lembaga saat sekarang, waktu dulu, dan masa yang akan datang, dengan cara menginterpretasikannya lepada publik dalam istilah-istilah yang dimengerti, dan menginterpretasikan Publik kepada para anggota lembaga dalam istilah yang dipahami.
c. Menyelenggarakan penelitian mengenai kebutuhan hubungan lembaga dan sikap-sikap publik, merekomendasikan suatu kebijaksanaan dan suatu program untuk menjumpai mereka, serta mengukur keefektifan kebijaksanaan dan program tersebut.
d. Berusaha membina dan memelihara pengakuan yang menyenangkan terhadap lembaga dengan jalan memapankan pertukaran informasi antara lembaga dengan publik mengenai kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan lain-lainnya yang penting di masyarakat, yang bergantung pada arus balik dari publik untuk keperluan pengarahan.
e. Memberikan nasehat penyesuaian perilaku lembaga untuk memenuhi tanggung jawab sosial, politik, dan ekonomi, serta kebutuhan-kebutuhan yang tercipta akibat adanya pergeseran sikap-sikap manusiawi berdasarkan hasil penelitian.
f. Berupaya untuk mengantisipasi dan mengkoreksi kesan-kesan palsu dan menanggapi secara seksama kritik-kritik terhadap lembaga.
g. Memperhatikan agar hubungan-hubungan yang bermakna dengan lembaga terpelihara, perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berpengaruh kepada lembaga dilaporkan kepada manajemen, disertai penyampaian saran-saran.
h. Melaksanakan penelitian terhadap sikap-sikap publik, khususnya mereka yang dianggap penting bagi lembaga dan menginformasikan hasilnya kepada manajemen.
i. Mencoba membantu lembaga ‘meragakan’ perasaan tanggung jawab sosial yang sejalan dengan tanggung jawab mencari keuntungan.
j. Membantu para anggota lembaga berbicara secara jelas dan jujur di saat menyajikan fakta dan pandangan kepada khalayak.
k. Membantu manajemen memanfaatkan waktu secara seksama dan secara konstruktif dengan pemikiran dalam istilah-istilah yang mengandung perubahan.
l. Menggunakan opini publik dan bentuk-bentuk penelitian lainnya, prisip-rinsip,
metode-metode, dan penemuan-penemuan mengenai ilmu pengetahuan sosial, serta penyajian-penyajian secara visual, tulisan, dan lisan pada media pers, radio, TV, dan pita film sebagai sarana penting.
m. Berperan sebagai bagian dari manajemen, baik sebagai anggota staf internal maupun sebagai petugas staf eksternal. Hal yang perlu ditekankan di sini mungkin pada hubungan internalnya, karena banyak pihak menyangka persoalan Humas lebih kepada komunikasi keluar. Dalam banyak hal, ketidakpuasan khalayak internal bisa enyebabkan reputasi lembaga turut hancur. Oleh karenanya komunikasi oraganisasi yang kuat juga tugas penting Humas. Selain hubungan atasan-bawahan yang baik, komunikasi organisasi yang baik juga harus mampu membangun etos kerja pegawai yang baik agar mampu melaksanakan tujuan lembaga dengan baik. Untuk itu dibutuhkan budaya kerja yang juga kuat. Pegawai harus mampu mewujudkan budaya kerja yang baik jika mereka tahu nili-nilai kerja seperti apa yang harus mereka tunjukkan. Jadi, ada baiknya lembaga menurunkan budaya kerja itu dalam nilai-nilai kerja yang secara intensif disosialisasikan
sehingga menjadi kebiasaan.Dengan memperhatikan landasan kerja di atas, langsung maupun tidak langsung,

PR sebuah lembaga memainkan peranan penting dalam terwujudnya pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) di lingkungan lembaganya. Paling tidak asas Transparansi dan Partisipasi, bahkan juga Akuntabilitas, yang merupakan asas-asas utama dalam Good Governance dapat dipenuhi oleh lembaga tersebut.

Dari landasan di atas pula, maka dapat dirumuskan jenis-jenis pelayanan dasar yang
merupakan pengimplementasian fungsi PR lembaga. Charles H. Prout dalam karyanya yang berjudul Organization and Function of The Corporate Public Relations Handbook, mengatakan bahwa ada empat jenis pelayanan dasar yang harus dipraktekkan PR, yakni:

1. Nasehat (Advise and Councel).
Nasehat perlu diberikan oleh PR mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kehumasan, baik kepada pimpinan lembaga maupun kepada bagian lain. Oleh kerena itu PR memiliki fungsi staf. Maka nasehat yang disampaikan kepada pimpinan lembaga tidak menyangkut kebijaksanaan dan keputusan Perusahaan yang mendasar, melainkan hal-hal yang berkaitan dengan operasionalisasi ketika suatu masalah dijumpai.

2. Pelayanan Komunikasi
Pelayanan komunikasi memang merupakan tugas PR. Yang dikomunikasikan ialah informasi mengenai lembaga dan segala kegiatannya kepada berbagai publik yang berkepentingan melalui media yang tepat. Kegiatan komunikasi ke luar tidak hanya terbatas pada pengiriman news release ke media massa, tetapi juga yang mengandung motif melalui booklet, periklanan, atau dalam bentuk pidato. Singkatnya, kegiatan yang merupakan upaya membuat publik tahu dengan berbagai cara yang pantas dalam situasi individual.

3. Pengkajian PR (Public Relations Research).
Jika pelayanan komunikasi merupakan penyebaran informasi dari dalam ke luar, maka pengkajian PR merupakan komunikasi dari luar ke dalam. Dengan kata lain, penelaahan terhadap opini publik yang berpengaruh kepada perusahaan. Hal ini bukan saja yang menyangkut peristiwa-peristiwa dalam bentuk tekanantekanan yang bersifat sosio-politik (socio-political pressure), tetapi juga undang-undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan dan berpengaruh kepada lembaga.

4. Promosi PR (Public Relations Promotion).
Dalam lembaga, kegiatan promosi yang dilaksanakan oleh PR amat menunjang upaya pencapaian tujuan. Pada kegiatan inilah para PR diuji kemampuannya, terutama kreativitas dalam mengembangkan goodwill publik kepada lembaga. Pada aspek PR inilah dapat diketahui sejauh mana derajat penguasaan ke-PR-an yang dimiliki, sebab jenis-jenis publik yang menjadi sasarannya, misalnya para komunitas atau masyarakat sekitar, media Massa, dan lain-lain, memerlukan teknik-teknik khusus untuk menghadapinya.

Dengan pelayanan di atas, PR lembaga selanjutnya dapat menjadi kunci penting dalam mewujudkan impian kita untuk membangun pemerintahan yang ideal, good governance. Yaitu PR dalam sebuah lembaga pemerintahan yang dapat berfungsi sebagai:
1. Pengaman kebijaksanaan pemerintah
2. Pemberi pelayanan, dan penyebar pesan atau informasi mengenai
kebijkasanaan, hingga program-program kerja secara nasional kepada
masyarakat
3. Menjadi komunikator dan sekaligus sebagai mediator yang proaktif dalam menjembatani kepentingan instansi pemerintah di satu pihak dan menampung aspirasi serta memperhatikan keinginan-keinginan publiknya di lain pihak
4. Berperan serta dalam menciptakan iklim yang kondusif dan dinamis demi
mengamankan stabilitas dan keamanan politik pembangunan nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Jika peran, fungsi, dan tugas PR dalam sebuah lembaga, seperti yang telah dipaparkan di atas dapat dijalankan dengan baik, maka PR telah memberikan sumbangan bagi terbentuknya proses demokrasi, serta sistem sosial, ekonomis, dan politis, yang lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan sosial. Namun jika PR tidak efektif, Lembaga cenderung menjadi tidak sensitif terhadap perubahan yang berlangsung di sekitarnya. Akibatnya lembaga dapat menjadi disfungsional karena bergerak menjauh dari lingkungannya. Sehingga dapat menjadi penghambat dalam upaya pencapaian good governance.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar